UNSUR-UNSUR BAHASA : AL-ASWAT
A.
Hakikat dan Tujuan Pembelajaran Aswat
Al-aswat adalah suara, yaitu bagaimana kita mengucapkan bunyi suara
dalam bahasa Arab dengan baik dan benar sebagaimana orang-orang Arab
mengucapkannya. Inti dari mempelajari al-aswat ini adalah kita bisa mengerti
suara atau bunyi tersebut, bisa membedakan antara satu bunyi dengan yang lain
dan bisa mengimplementasikannya dalam bentuk lain.[1]
Oleh karenanya diawal kita belajar bahasa Arab, kita akan sering dan terus
berucap, berujar dan bahkan tidak jarang kita akan berteriak-teriak untuk
melafalkan huruf, kata dan kalimat dalam bahasa Arab.
Dalam tata bahasa Indonesia, ilmu ini biasanya dikenal dengan nama
“fonologi”, atau ilmu tata bunyi. Maksudnya, ialah suatu ilmu yang membicarakan
perihal bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur kata dan sekaligus mempelajari
bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia. Sedangkan
dalam tata bahasa Inggris, ilmu aswat ini hampir sama dengan “phonetics” yang
biasanya telah dikenal pada permulaan mempelajari bahasa Inggris. Dan ternyata
demikian pula halnya, ilmu aswat juga harus kita kuasai sebagai langkah awal
dalam mempelajari bahasa Arab.
Fonetik (aswat) merupakan bagian ilmu dalam linguistik yang
mempelajari bunyi yang diproduksi oleh manusia. Disisi lain, fonologi adalah
ilmu yang mempelajari bunyi yang diproduksi oleh manusia. Disisi lainfonologi
adalah ilmu yang mempelajari sistem fonetik yang didasarkan pada fonetik
(berkaitan dengan artikulator dan titik artikulasi). Dalam bahasa Arab fonetik
dapat disebut dengan ilmu aswat, yaitu suatu ilmu yang membeicarakan prihal
bunyi, ujaran yang dipakai dalam tutur kata, sekaligus mempelajari bagaimana
menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia. Pokok masalah yang
dibicarakan dalam ilmu aswat adalah cara mengucapkan abjad Arab dengan fasih
dan benar (mmakhroj huruf hijaiyah), baik ketika berdiri sendiri sebagai abjad
maupun setelah dirangkaikan dan diberi harokat menurut keperluan yang ada.
Masalah yang sering dihadapi oleh guru bahasa Arab adalah kesulitan
mengatasi pengucapan pada siswa. Solusinya adalah dengan membandingkan antara
sistem bunyi bahasa Arab dengan sistem bunyi bahasa siswa dengan tujuan mencari
segi persamaan dan perbedaan antara keduanya.
Dengan mengetahui persamaan dan perbedaan sistem bunyi bahasa yang
terdapat pada keduanya, guru dapat memprediksi letak kesulitan yang dihadapi
siswa dalam pembelajaran aswat. Dengan demikian, guru mengetahui pengaruh
bahasa ibu terhadap bahasa Arab yang dipelajari atau sebaliknya.[2]
B.
Konsonan Dalam Bahasa Arab
Ada baiknya guru bahasa Arab mengetahui semua konsonan bahasa Arab
yang diajarkannya, mengetahui artikulator, cara mengucapkannya dan karakter
bersuara atau tak bersuara dari masing-masing konsonan. Adapun konsonan arab
dan karakteristiknya bisa dilihat pada uraian berikut :
ب : Frikatif
Bilabial Bersuara (ihtikaki syaftani majhur)
ت
: Hambat dental tak
bersuara (waqfi asnani mahmuz)
د : Hambat dental bersuara (waqfi asnani
majhur)
ط :
Hambat dental ditekan tak bersuara (waqfi asnani mufakhom majhur)
ض :
Hambat dental ditekan bersuara (waqfi asnani mufakhom majhur)
ك :
Hambat velar tak bersuara (waqfi tabaqi mahmuz)
ق
: hambat velar
bersuara (waqfi tabaqi majhur)
ء
: Hambat glotal tak
bersuara (waqfi hanjari mahmuz)
ج : Frikatif
alveolar bersuara (majzi listawi gari majhur)
ف
: Frikatif labiodental
tak bersuara (ihtikaki syafawi asnani mahmuz)
ث : Frikatif
interdental tak bersuara (ihtikaki baiasnani mahmuz)
ذ : Frikatif
interdental bersuara (ihtikaki baiasnani majhur)
ز
: Frikatif
apikoalveolar bersuara (ihtikaki listawi majhur)
ص
: Frikatif
apikoalveolar ditekan tak bersuara (ihtikaki listawi mufakhom mahmuz)
ظ : Frikatif
interdental ditekan bersuara (ihtikaki baiasnani mufakhom majhhur)
ش
: Frikatif palatal tak
bersuara (ihtikaki listawi gari mahmuz)
خ
: Frikatif velar tak
bersuara (ihtikaki tabaqi majhur)
ح
: Frikatif velar tak
bersuara (ihtikaki kholqi mahmuz)
ع
: frikatif uvular
bersuara (ihtikaki kholqi majhur)
ه : Frikatif
glottal tak bersuara (ihtikaki khonjari mahmuz)
م
: Nasal bilabial
bersuara (‘anfi syaftani majhur)
ن :
Nasal apikoalveolar bersuara (‘anfi listawi majhur)
ل
: Nasal latelar
bersuara (‘anfi janibi majhur)
ر :
Getar apikoalveolar bersuara (tiqrari listawi majhur)
و
: Semivokal bilabial
bersuara (syibh sho’ait syaftani majhur)
ي : Semivokal
palatal bersuara (syibh sho’ait ghari majhur)
Jika kita perhatikan, cara artikulasi pelafalan konsonan Arab dapat
dikelompokan sebagai berikut :
1.
Stop/hambar
(waqfiyyah) : ء, ق, ك, ض, ط, د, ت, ب
Bunyi
yang berhenti selepas pengucapannya dengan cara menahan nafas dengan dua bibir
atau lidah lalu dilepaskan sekaligus.
2.
Affrikat/paduan
(majziyah) : ج
Bunyi
hambat yang diikuti bunyi desis
3.
Frikatif/geseran
(ihtikakiyyah) : ه, ف,ث,ذ,س,ز,ص,ظ,ش,خ,غ,ح,ع
Pada
bunyi bahasa ini, arus udara melalui saluran sempit lalu akan terdengar bunyi
desis
4.
Nasal/sengawuan
(‘anfiyyah) : ن, م
Bunyi
yang keluar lewat hembusan udara dari hidung
5.
Lateral/sampingan
(janbiyyah) : ل
Bunyi
yang keluar melalui hembusan udara dari samping mulut
6.
Getar
(tiqrariyyah) : ر
Bunyi
yang keluar melalui getaran lidah sebagai akibat bersentuhannya ujung lidah
dengan gigi
7.
Semivokal
(Syibh sha’aitah) : و, ي
Bunyi
yang diucapkan seperti huruf vokal, tetapi bunyinya pecah seperti huruf
konsonan.
Sedangkan dilihat dari artikulatornya letak atau tempat pengucapan
dapat dikategorikan sebagai berikut :
1.
Bilabial
(syaftaniyyah) : و, م, ب
Bunyi
yang keluar lewat bibir atas dan bibir bawah secara bersamaan
2.
Labiodental
(syafawiyyah asnaniyyah) : ف
Bunyi
yang keluar lewat bibir bawah dan gigi atas
3.
Dental
(asnaniyyah) : ض, ط, د, ت
Bunyi
yang keluar melalui ujung lidah dan gigi bagian dalam
4.
Interdental
(bai’asnaniyyah) : ظ, ث,ذ,ص
Bunyi
yang keluar dari ujung lidah antara gigi atas dan gigi bawah
5.
Alfeolar
(listawiyyah) : ر, ن, ل, ز, س
Bunyi
yang dihasilkan oleh berdekatannya atau bersentuhannya ujung lidah dengan gusi
atas
6.
Alveolar
palatal (lisawiyyah ghariyyah) : ش, ج
Bunyi
yang keluar lewat lidah mendekati gusi
7.
Palatal
(ghariyyah) : ي
Bunyi
yang dihasilkan oleh berdekatannya atau bersentuhannya ujung lidah dengan
langit-langit mulut.
8.
Velar
(tabqiyyah) : غ, خ, ك
Bunyi
yang keluar lewat pangkal lidah dan belakang pangkang langit-langit.
9.
Uvular
(halqiyyah) : ع, ح, ق
Bunyi
yang keluar melalui halq kerongkongan
10.
Glottal
(hanjariyyah) : ه, ء
Bunyi yang
keluar melalui tenggorokan.
Dilihat dari segi bersuara atau tidaknya, konsonan Arab dapat
dikelompokan sebagai berikut :
1.
Konsonan
tak bersuara (sawamit mahmuzah) yaitu bunyi yang keluar tanpa menggetarkan pita
suara – berjumlah 13 huruf yaitu :
ت, ط, ك, ق, ء, ف, ث, س, ص, ش, خ, ح, هـ
2.
Konsonan
Bersuara (sawamit majhuroh) yaitu bunyi yang keluar dengan menggetarkan pita
suara berjumlah 15 huruf yaitu :
ب, د, ض, ج, ذ, ز, ظ, غ, ع, م, ن,ل, ر, و, ي
C.
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab dikenal 6 jenis vokal, yaitu : 1) fathah
pendek, vokal tengah sedang tak bulat bersuara; 2) dhammah pendek, vokal
belakang tinggi bulat bersuara; 3) kasrah pendek, vokal depan tinggi tak bulat
bersuara; 4) fathah panjang, vokal tengah rendah tak bulat bersuara; 5) dhammah
panjang, vokal be;lakang tinggi bulat bersuara; 6) kasrah panjang, vokal depan
tinggi tak bulat bersuara.
Dengan memperhatikan keenam jenis vokal diatas, bisa disimpulkan
bahwa vokal Arab bisa terbagi kedalam dua bagian yakni vokal pendek yang
berjumlah tiga seperti tampak dalam kata سُمِعَ dan vokal panjang yang juga berjumlah tiga
seperti tampak dalam kata كَانُوا شَاكِرِيْنَ
Apabila melihat dari bentuk bibir, vokal Arab juga terbagi menjadi
dua, yakni vokal bulat, vokal yang disertai gerakan bibir memutar, yaitu
dhammah panjang dan dhammah pendek, dan vokal tak bulat, vokal yang tidak
disertai gerakan bibir memutar yaitu vokal selain dhammah panjang dan dhammah
pendek.
Sedangkan jika dilihat dari tinggi rendahnya lidah, vokal bisa
dibagi tiga jenis : 1, vokal tinggi, yaitu kasrah pendek dan kasrah panjang,
dhammah panjang dan dhammah pendek. 2, vokal sedang, yaitu fathah pendek. 3,
vokal rendah, yaitu fathah panjang.
Dan apabila dilihat dari bagian lidah yang menyertai pengucapan
vokal, maka vokal dibagi tiga jenis : 1, vokal depan, yaitu kasrah pendek dan
kasrah panjang. 2, vokal tengah yaitu fathah pendek dan fathah panjang. 3,
vokal belakang, yaitu dhammah panjang dan dhammah pendek.
D.
Kesulitan-kesulitan Pelafalan
Ketika mempelajari bahasa Arab, oranmg non Arab sering kali
dihadapkan pada kesulitan-kesulitan yang terkait dengan masalah pelafalan.
Kesulitan-kesulitan ini biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor :
Pertama, siswa mengalami kesulitan dalam mengucapkan bunyi-bunyi
yang tidak ditemukan dalam bahasa ibunya.
Kedua, akibat kekeliruan dalam menyimak bunyi-bunyi huruf Arab dan
mengira ada kemiripan dengan bunyi-bunyi huruf pada bahasa pertamanya, padahal,
kenyataannya sangat berbeda.
Ketiga, siswa mengalami “salah dengar” lalu melafalkan bunyi huruf
Arab sesuai dengan apa yang didengarnya. Padahal kesalahan dalam mendengarkan
dengan sendirinya akan menyebabkan kesalahan pelafalan.
Keempat, siswa kurang memahami perbedaan esensial antara
bunyi-bunyi yang mirip. Mereka mengira perbedaan itu tidak begitu penting
seperti yang mereka temukan dalam bahasa pertamanya. Jika bahasa pertamanya
tidak mempersalahkan perbedaan bunyi س, ز, bunyi ث, ,ظatau bunyi ت,ط mereka akan menyepelekan perbedaan
bunyi-bunyi ini ketika mendengarkan atau menlafalkannya.
Kelima, terkadang siswa menambahkan bunyi-bunyi bahasa pertamanya
keedalam bahasa Arab. Orang Amerika, misalnya, cenderung menambahkan bunyi p
atau v kedalam bahasa Arab, karena bunyi-bunyi huruf tersebut sering muncul
dalam bahasa ibu mereka.
Keenam, siswa mengucapkan bunyi huruf Arab sebagaimana melafalkan
bunyi-bunyi huruf pada bahasa pertamanya. Bukan seperti orang-orang Arab
melafalkannya. Orang amerika, lebih cenderung melafalkan huruf ت sebagai bunyi apikoalveolar dari pada bunyi
dental. Demikian juga dalam melafalkan bunyi huruf د
Ketujuh, siswa seringkali merasa kesulitan melafalkan huruf Arab
dengan benar hanya karena alasan sosial. Suatu bangsa tertentu, ada yang menganggap
kurang etis jika seseorang ‘mengeluarkan lidah’ dari mulut ketika berbicara.
Oleh karena itu, bagi mereka sulit untuk mengucapkan bunyi-bunyi huruf ث atau ذ.
Kedelapan, ada bunyi huruf Arab yang sama dengan bunyi huruf bahasa
ibu siswa. Namun, pada kasus tertentu mereka tetap menemukan kesulitan dalam
pelafalan. Orang Inggris, misalnya, tidak bisa mmengucapkan bunyi huruf ه diakhir kata dalam bahasa ibunya, walaupun
mereka bisa mengucapkan bunyi huruf tersebut jika posisinya diawal atau
ditengah kata. Oleh karena itu, pengucapan bunyi ه diposisi akhir kata, bagi orang Inggris dan
Amerika tetap merupakan suatu kesulitan.
Kesembilan, diantara bunyi-bunyi huruf Arab yang dirasa sulit oleh
orang non Arab semisal bunyi huruf : ض, ص, ظ dan ط yang merupakan bunyi mufakhomah, atau
mutbaqah, atau muhallaqah. Kesulitan ini juga dirasakan dalam membedakan antara
bunyi huruf ط dengan bunyi ت,ض dengan د,ص dengan س, dan ذ dengan ظ
Kesepuluh, diantara bunyi-bunyi huruf arab yang dirasa sulit oleh
non Arab adalah bunyi huruf خ atau غ. Bahkan untuk huruf-huruf ini, anak-anak
bangsa Arab pun merasa kesulitan dalam pengucapannya.
Kesebelas, diantara bunyi-bunyi huruf Arab yang dirasa sulit
dibedakan oleh orang non Arab adalah bunyi huruf ه dan ح, ء dengan huruf ع dan huruf ك dengan huruf ق.
Keduabelas, orang-orang non Arab juga merasa kesulitan membedakan
antara ء dengan harakat fathah pendek.
Ketigabelas, siswa juga merasa kesulitan membedakan antara harakat
fathah pendek dan fathah panjang seperti pada kata سَمَرَ dan سَامَرَ
Keempatbelas, kesulitan dalam membedakan antara harakat dhamah
pendek dan dhammah panjang seperti pada kata قُتِلَ dan قُوْتِلَ
Kelimabelas, siswa juga merasa kesulitan dalam membedakan antara
harakat kasrah pendek dan harakat kasrah panjang seperti pada kata زر dan زير
Keenambelas, kesulitan dalam mengucapkan bunyi huruf ر
. mereka tidak mengucapkannya dengan lidah bergetar, tetapi
mengucapkannya secara reflek sebagaimana dilakukan oleh orang Amerika. Bahkan,
orang Inggris seringkali tidak mengucapkannya sama sekali jika huruf tersebut
letaknya
diakhir kata.
E.
Aksen dalam Bahasa Arab
Dalam bahasa Arab dikenal ada tiga macam aksen nabr yaitu : 1)
aksen pokok kuat dengan simbol fonem/-/; 2) aksen pertengahan dengan simbol
fonem/^/; 3) aksen lemah dengan simbol fonem /ì/;
Dengan mengetahui dan menentukan jenis aksen dalam bahasa Arab
sangat mudah, karena secara umum mengikuti pola atau aturan tertentu.
Pertama, kata yang terdiri dari satu suku kata, maka pada inti suku
kata itulah letak aksen (nabr) pokoknya, seperti pada kata لن, من, عن
Kedua, kata yang terdiri dari dua atau tiga suku kata pendek, maka
nabr pokoknya terletak pada suku kata pertama. Sedangkan pada suku kata lainnya
lemah seperti pada kata درس dan جلس
Ketiga, kata yang terdiri dari dua atau tiga suku kata panjang,
maka nabr pokoknya terletak pada suku kata terakhir. Sedangkan pada suku kata
lainnya adalah nabr pertengahan seperti pada kata ناسون dan طاووس
Keempat, kata yang terdiri dari dua kata atau tiga suku kata, maka
nabr pokoknya terletak pada suku kata panjang terakhir. Sedangkan pada suku
kata lainnyaadalah nabr pertengahan jika panjang. Dan nabr lemah jika pendek
seperti pada kata كاتب, كتاب, صائم صيام, صائمون
Kelima, kata yang terdiri dari emapt suku kata, maka nabr pokoknya
terletak pada suku kata kedua, kecuali jika suku kata ketiga dan keempatnya
panjang seperti pada kata مدرسة, طاولة, بناية
Keenam, kata yang terdiri dari lima suku kata, maka nabr pokoknya
terletak pada suku kata ketiga, kecuali jika suku kata keempat atau kelimanya
panjang seperti pada kata مدرستنا كتابتنا
بنايتنا
Ketujuh, kata yang terdiri dari enam suku kata atau lebih, maka
pada suku kata terakhir yang panjang terletak nabr pokoknya seperti pada kata استقبالاتهن
Perlu diingat, bahwa pelafan kata dengan penekanan stressing yang
benar sangatlah penting sebagaimana pelafalan bunyi huruf-hurufnya. Namun
demikian, ada beberapa kesulitan yang biasa dihadapi siswa non Arab dalam
penggunaan tekanan yang benar, pertama, ada kalanya siswa memberikan aksen
pokok bukan pada suku kata yang tepat.
Kedua, pemberian aksen pada suku kata yang salah akan menyebabkan
pemanjangan bunyi vokal yang seharusnya pendek, seperti kata صام yang terkadang
dibaca صاما . hal demikian bisa merubah makna yang
berbeda.
Ketiga, siswa terkadang memberikan lebih dari satu aksen pokok
dalam satu kata. Hal ini tentunnya bertentangan dengan kaidah aksentausi dalam
bahasa Arab yang hany memberikan satu aksen pokok dalam satu kata.
Keempat, terkadang siswa terpengaruh oleh aksen dalam bahasa ibu
dan menerapkannya dalam bahasa Arab yang sedang dipelajarinya.
Hal demikian jelas merusak aturan aksen bahasa Arab.
F.
Pengaruh
Bahasa Pertama Terhadap Pembelajaran Bahasa Kedua
Seorang siswa yang pertama kali mengahdapi pelajaran bahasa Arab
sebagai bahasa kedua asing, sebenarnya sudah memiliki kebiasaan dan pengalaman
kebahasaan walaupun masih terbatas, yaitu pengalaman yang diperolehnya dari
lingkungannya saat memperoleh bahasa pertama bahasa ibu. Kebiasaan dan
pengalaman kebahasaan siswa bahasa ibu memiliki, paling tidak dua pengaruh :
Pertama, adakalanya kebiasaan dan pengalaman bahasa pertama
membantu siswa untuk mempelajari bahasa kedua bahasa Arab. Hal ini terjadi
antara bahasa pertama bahasa ibu dan bahasa baru yang dipelajarinya ada segi
persamaan. Jika dalam bahasa pertama, misalnya ada bunyi-bunyi yang juga ada
pada bahasa kedua yang dip[elajarinya,
tentu akan membantunya dalam belajar bahasa Arab sebagai bahasa kedua. Dengan
demikian, dalam kasus ini, pengaruh bahasa pertama bersifat positif dan
mempermudah dalam mempelajari bahasa baru.
Kedua, pada waktu yang sama, ada kalanya kebiasaan dan pengalaman
bahasa pertama justru pada tataran tertentu mempersulit siswa dalam mempelajari
bahasa kedua bahasa Arab. Hal ini terjadi jika cara pelafalan antara bahasa
pertama bahasa ibu dengan bahasa baru yang dipelajarinya terdapat perbedaan
yang sangat tajam. Sehingga beberapa siswa merasa kesulitan mengucapkan bunyi
huruf Arab tertentu yang memang tidak pernah dikenal dalam bahasa pertamanya.
Alhasil, siswa tersebut membunyikan huruf Arab dengan dialek, cara dan
kebiasaan yang biasa dilakukan pada bahasa pertama yang karakternya sangat jauh
berbeda. Dalam kasus ini, pengaruh bahasa pertama bersifat negatif dan
mempersulitsiswa dalam mempelajari bahasa baru.
G.
Perbedaan Fonetis dan Fonemis
Bagi pelajar pemula, hampir bisa dipastikan sulit sekali untuk bisa
mengucapkam kata-kata atau kalimat Arab sama persis seperti ucapan penutur
asli. Meskipun berusaha dengan sungguh-sungguh dan berhasil dengan baik, tetap
saja meraka berbicara atau mengucapkan kata-kata Arab sebagai bahasa kedua,
bukan bahasa asli mereka, nampak sekali perbedaan dengan orang Arab asli.
Dengan melihat fenomena diatas, pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah
guru tetap bersikap diam atau tetap berusaha dan menuntut siswanya mampu
mengucapkan kata-kata Arab seperti orang Arab ?
Menjawab pertanyaan ini, terlebih dahulu kita bisa melihat
perbandingan atau perbedaan antara kedua hal berikut :
Pertama, perbedaan fonetis. Yang dikasud dengan perbedaan fonetis
adalah perbedaan yang tidak mempengaruhi atau tidak mengubah makna. Jika
misalnya siswa mengucapkan ت dengan
cara apicoaveolar, yang seharusnya dental, maka perbedaan yang terjadi dalam
kasus ini adalah perbedaan bunyi, karena tidak menimbulkan perubahan makna.
Jika siswa mengucapkan د dengan cara apicoaveolar, padaha;l seharusnya dental, maka
perbedaan yang terjadidalam kasus ini juga adalah perbedaan bunyi, karena tidak
menimbulkan perubahan makna. Jika siswa mengucapkan ر dengan cara reflektif, padahal seharusnya getar,
maka perbedaan yang terjadi dalam kasus ini adalah perbedaan fonetis yang juga
tidak merubah makna. Oleh karena itu, dalam kasus seperti ini, guru boleh
mengesampingkan. Namun, bukan berarti membiarkan siswa dalam kondisi seperti
ini terus menerus, atau justru mendorongnya sehingga menjadi kebiasaan yang
melekat. Hal ini boleh sedikit dikesampingkan untuk lebih memperhatikan dan
kosentrasi pada perbaikan kesalahan yang agak fatal.
Kedua, perbedaan fonemis adalah perbedaan yang menyebabkan fonemis
yang menyebabkan perubahan makna. Jika siswa mngucapkan ال untuk kata yang tertulis سال maka dalam kasus
ini adalah perbedaan dan kesalahan fonemis yang dengan sendirinya akan
menimbulkan perbedaan makna. Perbedaan
antara ت dengan ط dalam bahasa Arab merupakan perbedaan fonemis
yang akan menimbulkan perbedaan makna. Begitu pula dengan perbeda pasangan
berkut : ح, ع, ء, هـ, ك, ق, ث, ذ, ز, ظ, س, .ص, ش, ح هـ
Perbedaan fonemis seperti ini merupakan masalah yang penting dan
perlu diperhatikan dalam pengajaran bahasa Arab baik kosakatanya maupun
pelafalannya. Sekali lagi, perbedaan dan kesalahan seperti ini tidak boleh
diremehkan. Sedangkan perbedaan atau kesalahan fonetis, mungkin bisa sedikit
agak diabaikan untuk tahap-tahap awal agar lebih berkonsentrasi pada hal-hal
yang lebih penting. Oelh karena itu, guru harus menjadi tauladan dengan memberi
contoh yang baik dalam pelafalan huruf, kata dan kalimat Arab dalam berbagai
kondisinya.
H.
Strategi Pembelajaran Aswat
Dalam mengajarkan kaidah-kaidah ujaran, perlu dilakukan dengan cara
praktek bukan teori. Proses pembelajarannya dengan banyak menirukan apa yang
didengar secara berulang-ulang. Dalam hal ini tidak diperlukan banyak
membandingkan dengan bahasa lain secara teoritis.[3]
I.
Dasar-dasar
Latihan Pengucapan
Latihan pengucapan memiliki beberapa prinsip. Pertama, menggunakan
latihan pasangan minimal. Kedua, ketika memberikan contoh pengucapan yang akan
diikuti oleh siswa, mulailah dengan bunyi mudah dan letakan pada kata pertama
pada pasangan minimal tersebut. Sedangkan bunyi yang sulit diletakan pada kata
yang kedua. Ketiga, dalam melatih pengucapan bunyi huruf-huruf Arab, mulailah
dari kata terlebih dahulu, kemudian ke frase shibh jumlah, dan berikutnya dalam
kalimat. Keempat, sebelum memulai melatih pengucapan, terlebih dahulu latihlah
siswa untuk mengenal bunyi dan perbedaan antara satu huruf dengan lainnya.
Kelima, ketika melakukan latihan dengan pengulangan, lakukanlah pengulangan
secara klasikal, lalu secara kelompok, kemudian secara individu. Keenam,
gunakan isyarat dengan tangan secara tertib dan rapi dalam melatih pengucapan.
Ketujuh, gunakan bahasa Arab fusha dalam melatih pengucapan dan hindari
penggunaan bahasa ‘amiyah, karena bahasa Arab fusha merupakan bahasa al-Qur’an,
budaya dan ilmu pengetahuan dan juga bahasa persatuan bangsa Arab dan umat
Islam
J.
Media Pengajaran Fonetik
Diantara media yang bisa digunakan untuk pengajaran fonetik adalah
cermin. Siswa bisa memanfaatkan cermin untuk latihan pengucapan, terutapa dalam
mengucapkan huruf-huruf atau makhraj yang dirasa sulit. Jika seorang siswa yang
ingin berlatih mengucapkan huruf ث misalnya, maka dicermin ia bisa mengontrol
bahwa untuk mengucapkannya ia harus meletakan ujung lidahnya diantara ujung
lidah gigi atas dan bawah.
Guru juga bisa memanfaatkan dan menunjukan skema atau gambar yang
menerangkan letak alat ucap dan pengucapan huruf tertentu. Bahkan, bisa juga
membuat skema atau gambar alat ucap ini untuk menunjukan letak makhraj semua
huruf yang akan diajarkan. Gambar skema ini akan membantusiswa mengetahui
letak-;etak pengucapan setiap huruf dan akan berusaha menerapkannya melalui
latihan berulang-ulang.
Cara lain yang bisa digunakan adalah untuk memberikan penjelasan
secara lisan berkaitan dengan cara pengucapan suatu huruf serta letak alat
ucap yang berfungsi untuk mengucapkan
huruf tersebut.
K.
Saran Untuk Guru
jika guru ingin membantu mengurangi beban dan kesulitan siswa dalam
latihan pengucapan, sebaiknya mengikuti saran-saran berikut :
pertama, siswa harus menyimak contoh dari guru sebelum mereka
mengucapkan huruf tertentu. Biarkan mereka menyimak dengan baik dengan
kata-kata atau kalimat yang dicontohkan guru dua atau tiga kali. Setelah itu,
baru menirukan contoh pengucapan dari guru.
Kedua, guru hendaknya membuat persiapan yang matang sebelum masuk
kelas dan menguasi betul pengucapan bunyi huruf-huruf atau kalimat yang akan
diajarkan dan dengan cara yang benar dari sisi huruf vokal dan konsonannya
serta harakat dan aksentuasinya. Guru didalam kelas akan memberikan contoh
pengucapan. Oleh karena itu, ia harus menjadi tauladan, karena siswa akan
menirukan apa yang diucapkan oleh guru. Jika guru memberikan contoh pengucapan
yang salah, maka contoh yang salah itulah yang akan diikuti oleh siswa. Jika
hal demikian terjadi, maka sulit untuk membetulkan bacaan dan pengucapan siswa.
Ketiga, guru hendaknya memperhatikan pengucapan yang benar, tidak
saja yang ebrkaitan dengan fonem qat’i, melainkan juga yang berkaitan dengan
vokal dan konsonan. Bahkan, ia pun harus memperhatikan yang berkaitan dengan
fonem yang ghairu qat’i atau aksentuasi, pemenggalan dan iramanya.
Keempat, guru hendaknya meltih siswa pengucapan yang benar disatu
sisi, dan pada waktu yang samaia harus memperhatikan tingkat kecepatan yang
wajar dalam pengucapan kata atau kalimat.
Kelima, disamping itu, guru juga harus selalu memberikan contoh
pengucapan yang ebnar dalam pengucapan yang benar dalam mengajarkan ketrampilan
bahasa lainnya seperti mengajarkan kosakata, gramatika, membaca dan sebagainya.
Keenam, dalam mengajarkan kosakata baru, hendaknya guru mengajak
siswa memperhatikan beberapa huruf yang tertulis, tetapi tidak diucapkannya.
Ketujuh, guru hendaknya mengetahui bunyi-bunyi huruf Arab yang
pengucapnanya dirasa sulit oleh siswa. Berikan porsi latihan yang lebih banyak untuk
bunyi-bunyi yang dirasa mudah.
Kedelapan, guru harus mampu dan siap membuat berbagai jenis latihan
pengucapan agar kesulitan siswa teratasi.
L.
Langkah-langkah
Pengajaran Aswat
Berikut ini langkah-langkah pengajaran aswat yang bisa
dipertimbangkan penggunaannya oleh guru dengan melihat kondisi ril dikelasnya[4].
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1.
Penyajian
Model Pelafalan
Cara
yang efektif dalam mengajarkan bunyi bahasa Arab yang sulit kepada siswa adalah
dengan mencontohkan pelafalan setiap bunyi yang kemudian diikuti oleh siswa.
Selain dalam bentuk bunyi tunggal, contoh pelafalan tersebut sebaiknya
diberikan dalam bentuk kata bermakna
dimana huruf yang dicontohkan berada diawal, tengah dan akhir kata.
Teknik
lain yang efektif untuk mencontohkan pelafalan bunyi bahasa adalah dengan
menggunakan pasangan minimal (suna’iyah sugra/minimal pair) yaitu dua kata yang
berbeda maknanya karena perbedaan satu huruf saja, apakah diawal, tengah atau
diakhir. Latihan membedakan bunyi bahasa dengan pasangan minimal dapat
dilakukan dengan cara guru melafalkan pasangan minimal dengan jelas, sementara
siswa menyimak dan memperhatika gerak bibir dan mulut guru mereka supaya
terlihat dengan jelas perbedaan kedua kata tersebut.
Kegiatan
memberikan model pelafalan pada siswa juga bisa dilakukan dengan menulis
lambang bunyi yang dicontohkan. Teknik ini tentunya bisa dilakukan kalau guru
mengajarkan kemahiran menyimak bunyi bahasa dengan kemahiran membaca lambang
bahasa. Dengan suna’iyyat sugra kegiatan ini bisa dilakukan dengan membedakan
dua huruf yang berbeda dalam warna yang berbeda, sehingga ketika guru
melafalkan setiap kata, siswa bisa dengan mudah mengidentifikasi bunyi yang
berbeda tersebut dari warna tulisan yang berbeda.
2.
Pemberian
Latihan /Drill
Setelah
memberikan contoh pelafalan guru memberikan beberapa bentuk untuk membiasakan
siswa melafalkan bunyi-bunyi yang sudah
dicontohkan pelafalannya pada tehapan sebelumnya. Diantara bentuk drill yang
bisa digunakan oleh guru adalah ;
a.
Latihan
menirukan dan mengulangi dengan cara :
-
Para
siswa meniru atau mengulangi secara bersama-sama
-
Para
siswa meniru atau mengulangi secara berkelompok
-
Para
siswa meniru atau mengulangi secara perorangan.
b.
Latihan
membedakan bunyi bahasa
Latihan
ini dapat divariasikan menjadi :
a.
Menentukan
satu dari tiga bunyi
b.
Menentukan
salah satu dari tiga bunyi dalam sebuah kalimat
c.
Menyimak
dan mengulangi suna’iyyah sugra (buku tertutup)
d.
Membaca
dan mengulang suna’iyyah sugra (buku terbuka)
e.
Membaca
bebas artinya guru memerintahkan para siswa untuk membaca huruf, kata atau
kalimat yang mengandung bunyi yang sulit tanpa memberikan contoh pelafalan
terlebih dahulu.
3.
Praktik
Penggunaan Bunyi Bahasa
Maksud kegiatan
ini adalah guru mengunakan bunyi-bunyi yang sudah dipelajari oleh siswa dalam
kegiatan berbahasa sebenarnya, baik yang komplek maupun yang sederhana, seperti
dengan cara menyebut nama siswa dalam kelas atau menyebut nama anggota badan
yang menggunakan bunyi-bunyi yang sudah dilatihkan.
[1] Dr.
Abdurrahman bin Ibrahim al-Fauzan, Tadris al-‘Anashir al-Lugghawiyah, Durus
al-Daurat al-Tadribiyah li Mu’alim al-Lughah al-‘Arobiyah li Ghairi al-Natiqina
biha.
[2] Muhammad
Ali al-Khuli, Strategi Pembelajaran Bahasa Arab (yogyakarta, 1986), hal : 39
[3] Imam
Makruf, Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Aktif (Semarang, 2009) hal : 47
[4] http://www.Slideshare.net / ermah
fir/prosed...ik-Pengajaran-Aswat-dan-Maharah-al-Istima’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar